Anda pengemar makanan laut (sea food)?
Biasa membeli ikan, cumi-cumi, udang, kerang, dan sejenisnya di tradisional?
Mulai sekarang, Anda sebaiknya, lebih tepatnya Anda harus hati-hati!
Karena
ternyata selama ini – entah sejak kapan – hampir semua jenis ikan,
cumi-cumi, udang, kerang, dan sejenisnya yang Anda beli di pasar
tradisional mengandung zat yang sangat berbahaya sekali bagi kesehatan
Anda.
Untuk membuat ikan, cumi-cumi, udang, kerang, dan sejenisnya itu terlihat menarik; tetap terlihat segar, kenyal, sisik ikan dan kulit udang kelihatan kencang dan mengkilap, ternyata banyak penjualnya di pasar tradisional sebelum menjajakannya terlebih dahulu merendam dan mencampurinya dengan zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, yakni klorin, formalin, deterjen, pemutih, dan zat pewarna tekstil, ditambah gula dan garam.
Klorin,
misalnya, biasanya digunakan untuk membersihkan kolam renang, yang
kalau digunakan secara terus-menerus, maka sangat berpotensi menimbulkan
cacat permanen baik itu cacat mental, maupun cacat fisik,
kanker, sampai pada kematian. Risiko terbesar juga pada ibu hamil,
karena berpotensi melahirkan bayi yang cacat mental maupun fisik.
Sangat
memprihatin dan ironis apabila karena menganggap ikan sangat baik bagi
kesehatan bayi yang kelak dilahirkan karena mengandung protein tinggi,
seorang ibu hamil sengaja mengkonsumsi banyak ikan, tetapi ternyata
akibatnya malah sangat fatal, karena ikan yang dikonsumsi mengandung
zat-zat kimia yang sangat berbahaya itu.
Reportase
Investigasi dari Trans TV yang disiarkan hari Sabtu, 4 Desember 2010,
berhasil mengungkap praktek keji dari para penjual ikan tersebut.
Reportasi investigasi Trans TV tersebut dengan jelas dan rinci memperlihat proses pencampuran ikan, cumi-cumi, udang, dan kerang kupas dengan zat-zat kimia tersebut. Ikan kakap merah misalnya, selain diberi zat klorin, juga diberi zat pewaran teksil merah, sehingga membuat air campurannya berbusa dan berwarna merah cerah, kemudian ikan-ikannya dimasukkan ke dalamnya dan diaduk-aduk (dapat Anda lihat di Youtube, atau klik link yang saya sertakan di akhir tulisan ini).
Dalam uji-coba yang dilakukan kelihatan sekali perbedaan antara ikan dan sejenisnya yang
telah dicampur dengan zat-zat kimia berbahaya itu dengan yang tidak.
Ikan akan terlihat lebih cerah, mengkilap, insangnya merah cerah, dan
ketika dibiarkan beberapa saat bahkan lalat pun takut hinggap di ikan
yang berzat kimia berbahaya. Sedangkan ikan normal dihinggapi lalat.
Ternyata
bahwa bukan saja para elit kita yang sering mengabaikannuraninya dengan
melakukan praktek tak beradab demi memperoleh (banyak) uang, tetapi
juga dilakukan oleh mereka yang berada dijenjang sosial yang berada di
bawahnya, atau yang berstatus ekonomi lemah juga demikian.
Ada apa sebenarnya dengan bangsa kita ini?
Jelas
bahwa faktor utama yang memungkinkan praktek tersebut dilakukan secara
sedemikian leluasa dan entah sejak kapan itu dikarenakan faktor
pengawasan dari pemerintah yang sangat minim. Bahkan boleh dikatakan
tanpa pengawasan.
Pemerintah, dalam hal ini seperti Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), biasanya hanya terdengar kegiatannya menjelang hari-hari raya dengan melakukan razia di berbagai toko, supermarket, dan hypermarket untuk mencari produk pabrikan yang kadaluarsa, atau yang tidak memiliki nomor registrasi dari Departemen Kesehatan (produk dalam negeri dengan kode “MD” dan impor dengan kode “ML”).
Mereka
boleh dikatakan tidak pernah melakukan razia rutin di pasar-pasar
tradisional, juga tidak pernah melakukan razia ke penjual-penjual
makanan kaki lima, emperan, warung, dan sejenisnya, yang dari segi
kesehatan sebenarnya makan dan minuman yang mereka jual juga banyak yang
berbahaya bagi kesehatan. Baik karena menggunakan zat berbahaya
(terutama pewarna dan pengawet), maupun karena kotor (misalnya, banyak
lalatnya, tercemar debu jalanan, asap knalpot kendaraan bermotor, piring
dan gelas bekas pakai digunakan berulang-ulang tanpa dicuci sebagaimana
mestinya, dan sejenisnya).
Ironisnya
penjaja makanan jenis begini banyak terdapat di sekolah-sekolah dan
banyak dikonsumsi oleh anak-anak sekolah tersebut. Dampaknya baru akan
terasa setelah bertahun-tahun kemudian.
Seharusnya
pihak berkompeten rajin-rajin melakukan pemeriksan-pemeriksaan rutin
yang bersifat mendadak di semua sektor yang berpotensi menjual makanan,
maupun bahan makanan yang erbahaya seperti ini.
Untuk
pedagang-pedagang makanan di tingkat penjualan kaki lima/emperan,
warung yang banyak menjual makanan dan minuman yang tidak memenuhi
standar kesehatan, atau bahkan berbahaya bagi kesehatan, sebaiknya
dilakukan pembinaan agar masalah higinis tetap harus menjadi prioritas.
Perihal ini saya pernah menulis di Kompasiana, yakni di http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2010/09/07/makan-dan-minuman-yang-berbahaya-bagi-kesehatan-kita/
Ketika dikonfirmasi, pihak pemerintah biasanya tidak
pernah mau mengakui kelalaian mereka. Yang disalahkan selalu
masyarakat. Seperti dalam kasus ikan dan sejenisnya yang mengandung
klorin ini.
Dirjen
Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dr. Ir.
Adji Sularso, MMA, ketika diwawancarai Trans TV mengelak bahwa praktek
keji dari para penjual ikan itu terjadi karena kurangnya pengawasan.
Adji malah menyalahkan masyarakat yang kurang teliti ketika membeli, dan
karena lihainya para penjual nakal tersebut.
Lalu, bagaimana selanjutnya?
Apakah
praktek ini akan terus berlangsung, dan bagaimana sikap Anda, kita,
yang biasanya mengkonsumsi ikan dan sejenisnya itu dari hasil pembelian
di pasar tradisional? Bagaimana pula dengan produk makanan laut dari
warung-warung, rumah-rumah makan, restoran-restoran? Bukankah mereka
juga biasanya membeli atau memperoleh pasokan dari
pasar-pasar tradisional? Bagaimana kita bisa tahu bahwa produk makanan
laut mereka bebas klorin, pemutih, dan sejenisnya yang disebutkan dalam
reportase investigasi Trans TV itu?
Apakah yang dijual di supermarket-supermarket dan hypermarket-hypermarket dijamin bebas dari praktek seperti ini?
Tidak
mungkin kita harus berhenti total makan ikan dan sejenisnya itu. Kita
sangat mengharapkan peran penting pemerintah sebagai pengawas utama
dalam melindungi rakyatnya supaya tidak menjadi korban-korban dari
praktek-praktek keji seperti ini. Tetapi bisakah kita berharap?
Trans TV memberi beberapa tip untuk mengenal ikan dan sejenisnya yang telah dicampur dengan zat-zat kimia tersebut, berikut ini:
Berikut sebagian dari laporan reportase investigasi dari Trans TV tersebut:
Semoga bermanfaat. ***
sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2010/12/04/jangan-jangan-selama-ini-anda-telah-makan-ikan-berklorin-berformalin/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar